I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Indonesia
terdiri dari kurang lebih 70 % perairan yang terdiri dari perairan laut dan
perairan tawar yang kaya akan berbagai jenis sumberdaya hayati dan liingkungan
potensial. Ditinjau dari segi perikanan darat di indonesia yang sangat penting
untuk dibahas dari segi biologi perikanan yaitu studi mengenai ikan sebagai
sumberdaya yang dapat dipanen oleh manusia, yang mencakup biologi ikan, dimana
penekanannya terhadap spesies penting sebagai sunberdaya. Tujuannya agar semua
orang mengerti dan memahami sunberdaya perikanan serta bagaimana pemanfaatan
sumberdaya tersebut secara optimum dan membuat rekomendasi dalam pemanfaatan
serta perbaikannya.
Pentingnya
pengamatan mengenai kajian jenis dan karakteristik sumberdaya perikanan dalam
dunia perikanan agar sumber hayati perairan dapat dikelola secara baik dan
tepat, dalam arti usaha menggali dan memanfaatkannya harus dilakukan secara
optimal tanpa mengganggu kelestariannya dan jangan sampai terjadi penangkapan
yang berlebihan.
Pengelolahan
sumberdaya hayati perairan adalah semua usaha yang dilakukan guna menggali dan
memanfaatkan sumber hayati perairan itu untuk kepentinhan manusia. Usaha ini harus didasarkan atas
kemampuan alam, tidak digali secara berlebihan, sehingga kelestariannya dapat
terus dipertahankan.
Dalam
dunia pangan dewasa ini, banyak terdapat produk-produk hasil olahan yang
terbuat dari sumberdaya perikanan. Khusunya di negara Indonesia terlihat dengan
jelas bahwa pemanfaatan hasil perikanan sangatlah maksimal. Hal ini terlihat
dari makanan-makanan tradisional yang banyak terbuat dari hasil laut.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Laporan
ini bertujuan untuk Mendeskripsikan sumberdaya perikanan ekonomis di Indonesia
pada khususnya dan dunia pada umumnya dilihat dari potensi, eksploitasi,
produksi, pemanfaatan dan alternatif pengembangan produksi pemanfaatan kepitng
bakau.
II.
KARAKTERISTIK
SUMBERDAYA
2.1.
SISTEMATIKA
Klasifikasi kepiting bakau Scylla serrta menurut (Kasry, 1996) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Sub
kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub
ordo : Branchiura
Famili : Portunidae
Sub
famili : Lipilinae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata
Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Sumber : Kasry, 1996)
2.2.
MORFOLOGI DAN ANATOMI
Deskripsi kepiting bakau menurut Rosmaniar (2008), Famili
portumudae merupakan famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki.
Pasangan kaki kelima berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir.
karapas
pipi atau cagak cembung berbentuk heksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran
bulat telur memanjang atau berbentuk kebulatan, tapi anterolateral bergigi lima
sampai sembilan buah. Dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra
orbital, bergigi dua sampai enam buah, bersungut kecil terletak melintang atau
menyerong. Pasangan kaki terakhir berbentuk pipih menyerupai dayung. Terutama
ruas terakhir, dan mempunyai tiga pasang kaki jalan.
Gambar
2. Tubuh bagian dorsal kepiting dewasa (Sumber:
Quinitio & Parado, 2003).
Kepiting bakau Scylla serrta memiliki bentuk morfologi yang bergerigi, serta
memiliki karapas dengan empat gigi depan tumpul dan setiap margin anterolateral
memiliki sembilan gigi yang berukuran sama. Kepiting bakau memiliki capid yang
kuat dan terdapat beberapa duri (Motoh 1979 dan Perry 2007).
Berdasarkan
anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak pada bagian
bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam
memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting
memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal
ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh
makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit, kemudian
baru dimakan (Shimek, 2008). Anatomi tubuh kepiting bagian dalam dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4.
Anatomi tubuh bagian dalam dari kepiting dewasa (Sumber: Shimek, 2008).
2.3.
HABITAT DAN DISTRIBUSI
Kepiting
merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan
laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap
perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan
payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam
ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp,
Mud Lobster dan kepiting bakau. Sebagian besar kepiting merupakan fauna yang aktif
mencari makan di malam hari (nocturnal)
(Prianto, 2007).
Kepiting pada fase larva (zoea dan megalopa) hidup di
dalam air sebagai plankton. Kepiting mulai kehidupan di darat setelah memasuki
fase juvenil dan dewasa seiring dengan pembentukan carapace. Ilustrasi ini dapat dilihat pada Gambar 9, dimana yang
menjadi contoh pada gambar tersebut adalah kepiting kelapa. Sedangkan habitat
dan penyebaran kepiting (dalam contoh kepiting merah Cancer magister) di estuary dan zona intertidal terlihat pada Gambar 10.
Kepiting dan rajungan tergolong dalam satu suku (familia)
yakni Portunidae dan seksi (sectio) Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk
dalam suku ini. Dr. kasim Moosa yang banyak menggeluti taksonomi kelompok ini
mengemukakan bahwa di Indo-Pasifik Barat saja diperkirakan ada 234 jenis, dan
di Indonesia ada 124 jenis. Di
Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu diperkirakan ada 46 jenis. Tetapi dari
sekian jenis ini, hanya ada beberapa saja yang banyak dikenal orang karena
biasa dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis yang tubuhnya
berukuran kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu kecil dan hampir
tidak mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat dimakan ternyata
juga dapat menimbulkan keracunan (Nontji, 2002).
Menurut Prianto (2007), bahwa di seluruh dunia terdapat
lebih dari 1000 spesies kepiting yang dikelompokkan ke dalam 50 famili. Sebagian besar kepiting
hidup di laut, tersebar di seluruh lautan mulai dari zona supratidal hingga di
dasar laut yang paling dalam. Sebagian jenis kepiting ada yang hidup di air
tawar. Keanekaragaman kepiting yang paling tinggi ada di daerah tropis dan di
selatan Australia, disini lebih dari 100 jenis kepiting telah diidentifikasi.
Konsentrasi maksimum kepiting terjadi pada malam hari
pada saat air pasang. Kebanyakan
kepiting memanjat akar mangrove dan pohon untuk mencari makan. Pada saat siang
hari, waktu pasang terendah kebanyakan kepiting tinggal di dalam lubang untuk
berlindung dari serangan burung dan predator lainnya. Beberapa spesies seperti Sesarma erythrodactyla dan Paragrapsus laevis pada saat air surut,
turun ke bawah untuk berasosiasi dengan telur-telur ikan.
Kepiting mangrove seperti Scylla serrata (Mud Crab) merupakan hewan yang
hidup di wilayah estuaria dengan didukung oleh vegetasi mangrove. Hewan ini
merupakan hewan omnivora dan kanibal, memakan kepiting lainnya, kerang dan
bangkai ikan. Kepiting ini dapat tumbuh sampai ukuran 25 cm atau dengan berat
mencapai 2 kg, dimana kepiting betina ukurannya lebih besar dari yang jantan
(DPI & F, 2003).
Selain
kepiting atau rajungan, masih banyak jenis lainnya dari seksi Brachyura yang
mempunyai ciri-ciri bentuk, sifat-sifat hidup dan lingkungan yang berbeda-beda.
Di daerah pasang surut dengan hamparan pasir yang luas di daerah-daerah
tertentu dapat ditemukan kepiting Myctyris,
nama Inggrisnya adalah soldier crab
sedangkan disini sering diberi julukan tentara
Jepang. Di pantai dekat Merauke, jika air sedang surut, mereka bisa
terlihat bergerak kian kemari di atas pasir, serentak dalam gerombolan besar
yang terdiri dari ratusan atau ribuan individu, dengan penuh kewaspadaan.
Dengan sedikit saja gangguan, misalnya dengan langkah seseorang yang mendekat,
maka tiba-tiba saja mereka akan lenyap seketika secara serempak, memasuki
lubang perlindungan. Baru setelah situasi dianggap aman, mereka akan ke luar
lagi beramai-ramai hilir mudik di atas pasir (Nontji, 2002).
Gambar 5. Siklus hidup, habitat dan penyebaran kepiting merah (Cancer magister) di wilayah estuaria dan zona intertidal (Sumber: www.shim.bc.ca, 2008).
Menurut Kasry (1996) kepiting bakau
dalam memnjalani hidupnya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut,
kemudian induk dan anaknya berusaha kembali ke perairan pantai, muara, sungai
atau daerah hutan mangrove untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak.
Rosmaniar (2008) menyatakan kepiting bakau melangsungkan perkawinan di
ekosistem bakau dan secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan telurnya
yang betina akan beruaya ke lautmenjauhi pantai mencari perairan
yang kondisinya cocok untuk melakukan
pemijahan, sedangkan kepiting jantan yang melakukan perkawinan atau yang telah
dewasa akan tetap berada di perairan bakau, tambak, sela-sela akar mangrove atau
paling jauh disekitar perairan pantai, yaitu di perairan berlumpur yang
makanannya berlimpah.
Menurut Rosmaniar dalam
kasry (1996), kepiting bakau tersebar pada perairan berkondisi tropis. Daerah
sebenarnya meliputi wilaya Indo-Pasifik, mulai dari pantai Selatan dan Timur
Afrika Selatan. Mozambik, terus ke Iran, pakistan, kamboja, Vietnam, Cina,
Jepang, Taiwan dan Philipina. Juga ditemukan di lautan Pasifik mulai dari
kepulauan Hawai, Selandia Baru dan Australia di Selatan.
2.4.
MAKAN DAN KEBIASAAN MAKAN
Dalam hutan
mangrove biasanya kepiting besar menyerang kepiting yang lebih kecil, dan
melumpuhkan dengan merusak umbai-umbai, kemudian merusak karapas menjadi
potong-potongan dan mengambil bagian-bagian yang lunak dari mangsanya untuk
dimakan. Menurut Arriola (1940) dalam Rosmaniar (2008) kepiting bakau
adalah organisme pemakan segala bangkai
(Omnivorous – scavenger) dan pemakan
sesama jenis (cannibal).
Kepiting bakau
juga merupakan pemakan bentos atau organisme yang bergerak lambat seperti
bivalvia, kepiting kecil, kumang, cacing, jenis-jenis gastropoda dan crustacea (Rosmaniar, 2008).
Selanjutnya menurut Hutching dan Sesanger (1987) mengatakan bahwa kepiting
bakau hidup disekitar hutan mangrove dan memakan akar-akarnya. Tangan dan capit
kepiting yang besar memungkinkan menyerang musuh dengan ganas dan merobek
makanannya. Menurut Rosmaniar (2008) sobekan-sobekan makanan tersebut dimasukan
ke mulut dengan menggunakan kedua capitnya.waktu makan kepiting bakau tidak
tertentu, tetapi malam hari lebih aktif mencari makan dari pada siang hari
karena kepiting tergolong hewan nokturnal yang aktif di malam hari.
2.5.
RUAYA
Menurut Kasry (1996) kepiting bakau
dalam memnjalani hidupnya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut,
kemudian induk dan anaknya berusaha kembali ke perairan pantai, muara, sungai
atau daerah hutan mangrove untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak.
Rosmaniar (2008) menyatakan kepiting bakau melangsungkan perkawinan di
ekosistem bakau dan secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan telurnya
yang betina akan beruaya ke lautmenjauhi pantai mencari perairan
yang kondisinya cocok untuk melakukan
pemijahan, sedangkan kepiting jantan yang melakukan perkawinan atau yang telah
dewasa akan tetap berada di perairan bakau, tambak, sela-sela akar mangrove
atau paling jauh disekitar perairan pantai, yaitu di perairan berlumpur yang
makanannya berlimpah.
2.6.
PERANAN SUMBERDAYANDI EKOSISTEM
Kepitng sebagai keystone spesies atau arti lain Spesies kunci (keystone species) adalah suatu spesies yang menentukan kelulushidupan sejumlah spesies lain. Dengan kata lain spesies kunci adalah spesies yang keberadaannya menyumbangkan suatu keragaman hidup dan kepunahannya secara konsekuen menimbulkan kepunahan bentuk kehidupan lain (Power & Mills, 1995 dalam Prianto, 2007).
Secara
tindak langsung melalui pola tingkah laku dan kebiasaannya, kepiting telah
memberikan manfaat yang besar terhadap keberlangsungan proses biologi di dalam
ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove. Menurut Prianto (2007), beberapa
peran kepiting di dalam ekosistem pesisir, adalah sebagai berikut:
1.
konversi nutrien dan
mempertinggi mineralisasi; Kepiting berfungsi menghancurkan dan mencabik-cabik
daun/serasah menjadi lebih kecil (ukuran detritus) sehingga mikrofauna dapat
dengan mudah menguraikannya. Hal ini menjadikan adanya interaksi lintas
permukaan, yaitu antara daun yang gugur akan berfungsi sebagai serasah
(produsen), kepiting sebagai konsumen dan detrivor, mikroba sebagai pengurai;
2.
meningkatkan distribusi
oksigen dalam tanah; Lubang yang dibangun berbagai jenis kepiting mempunyai
beberapa fungsi diantaranya sebagai tempat perlindungan dari predator, tempat
berkembang biak dan bantuan dalam mencari makan. Disamping itu, lubang-lubang
tersebut berfungsi untuk komunikasi antar vegetasi misalnya mangrove, yaitu
dengan melewatkan oksigen yang masuk ke substrat yang lebih dalam sehingga
dapat memperbaiki kondisi anoksik;
3.
membantu daur hidup
karbon; Dalam daur hidup karbon, unsur karbon bergerak masuk dan keluar melewati
organisme. Kepiting dalam hal ini sangat penting dalam konversi nutrien dan
mineralisasi yang merupakan jalur biogeokimia karbon, selain dalam proses
respirasinya;
4.
penyedia makanan alami;
Dalam siklus hidupnya kepiting menghasilkan ratusan bahkan pada beberapa
spesies dapat menghasilkan ribuan larva dalam satu kali pemijahan. Larva-larva
ini merupakan sumber makanan bagi biota-biota perairan, seperti ikan. Larva
kepiting bersifat neuston yang berarti melayang-layang dalam tubuh perairan,
sehingga merupakan makanan bagi ikan-ikan karnivora.
2.7.
PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI
Seperti
hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja
sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang
betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat
(bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan
ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen).
Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa
spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian
menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan
zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea
agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup
sebagai plankton dan melakukan moulting
beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar
perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup kepiting dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Daur
hidup kepiting (Sumber:
httpwww.nio.org.gif, 2008).
Gambar
7. Skema bagian-bagian tubuh larva kepiting (zoea dan megalopa) (Sumber: Davey, 2000).
Menurut
Budiraharjo, et al (1991) dalam
Rosmaniar (2008), pada kondisi lingkungan yang memungkinkan, kepiting dapat
bertahan hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun. Pada umur 12-14 bulan kepiting
di anggap sudah dewasa dan dapat dipijahkan. Sekali memijah kepitinmg mampu
menghasilkan jutaan telur.
Menurut
Boer, et al (1993), pertumbuhan
kepiting bakau terjadi beberapa fase antara lain fase zoea, megalopa, kepiting
muda dan selanjutnya kepiting dewasa. Kepiting betina yang telah beruaya ke perairan laut akan
berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat melakuan
pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. Setelah telur
menetas maka muncul larva tingkat I (Zoea I) dan terus menerus berganti kulit,
sambil terbawa arus perairan pantai, sebanyak lima kali (Zoea V), kemudian
berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan
kepiting dewasa kecuali masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa
ini dia mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai, dan
biasanya pertama kali memasuki perairan muara sungai, kemudian keperairan bakau
untuk kembali melangsungkan perkawinan (Suryani M, 2007)..
Selain
itu kepiting ini juga kepiting ini mengalami beberapa proses pergantian kulit (moulting). Setiap proses tubuhnya akan
tumbuh menjadi lebih besar. Selama siklus hidupnya kepiting bakau menempati dua
macam habitat yaitu air payau masa juvenil (kepiting muda) sampai dewasa, dan
air laut pada masa pemijahan sampai megalova.
2.8.
PEMANFAATAN SUMBERDAYA
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan jenis yang
dominan di Indonesia. Spesies ini merupakan salah satu diantara komoditas
perikanan yang banyak diminati oleh masyarakat baik dari kalangan pembudidaya
tambak, pengusaha maupun konsumen. Daging kepiting tersebut mengandung protein
65,72%, lemak 0,83%, abu 7,5% dan kadar air 9,9% (Rosmaniar, 2008).
Menurut Samonte dan
Agbayani (1992) serta Perry (2006), kepiting bakau memiliki nilai ekonomis penting
baik sebagai panen saham dan produk-produk perikanan komersial. Serta
mendatangkan keuntungan bagi masyarakat di daerah-daerah di mana populasi
kepiting bakau hidup.
Kepiting bakau (scylla serrata)
merupakan satu diantara komoditas laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di
pasaran dunia. Sangat digemari konsumen lokal maupun luar negeri dan dalam
kurun waktu sepuluh tahun terakhir ekspor kepiting meningkat rata-rata 14,06%.
Komoditas ini mempunyai kandungan nilai gizi tinggi, protein dan lemak, bahkan
pada telur kepiting kandungan proteinnya sangat tinggi, yaitu sebesar 88,55%.
Dengan nilai komposisi demikian, komoditas ini sangat digemari konsumen luar
negeri dan menjadi salah satu makanan paling bergengsi di kalangan mereka.
Amerika Serikat merupakan negara penyerap hampir 55% produksi kepiting dunia,
sedang permintaan lainnya datang dari negara-negara di kawasan Eropa,
Australia, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan (Ditjen
Perikanan, 2000) dalam (Putranto Arie Dwi, 2007).
Salah
satu cara peningkatan nilai produksi dari kepiting bakau adalah menjadikan
spesies tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak . Scylla serrata adalah kepiting bakau fase ganti kulit (moulting)
atau kepiting lemburi. Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu
mempunyai cangkang yang lunak (soft carapace) sehingga dapat dikonsumsi secara
utuh. Berkaitan dengan potensi nilai ekonomis yang menjanjikan dari kepiting
bakau tersebut, maka perlu diperhatikan kecepatan pertumbuhan dari kepiting
bakau jenis Scylla serrata. Kecepatan
pertumbuhan berkaitan erat dengan kecepatan ganti kulit dikarenakan setiap
pergantian fase juga diikuti dengan pergantian kulit (Kurnia F, 2010).
Produksi
hasil tangkapan di Indonesia dari tahun 1997 sampai tahun 2007. Disini dilihat
bahwa dari tahun ke tahun produksi penangkapan kepiting bakau meningkat.
Sedangkan mengalami penurunan pada tahun 2005, hal ini mungkin dikarenakan
iklim dan cuaca yang mempengaruhi sehingga hasil tangkapan yang dihasilkan
menurun (DKP, 2008).
Gambar
8: Produksi hasil tangkapan kepiting bakau di Indonesia ( sumber: DKP, 2008).
Produksi
dari hasil budidaya kepiting bakau sangatlah potensial. Hal ini dapat dilihat
dari diagram budidaya kepiting dan rajungan, dimana terlihat jelas bahwa dari
tahun 1998 sampai tahun 2007 produksi budidaya kepiting bakau lebih meningkat
jika dibandingkan dengan rajungan. Hal ini di karenakan karena permintaan
terhadap kepiting sangat berpotensi. Pada tahun 1998 produksi hasil budidaya kepiting menurun, hal
ini mungkin dikarenakan kurangnya penyadaran masyarakat akan potensi kepiting
bakau yang memiliiki nilai ekonomis yang tinggi. Sedangkan pada tahun 2002
peningkatan hasil budidaya sangat tinggi, mungkin di karenakan permintaan pasar
semakin meningkat (DKP, 2008).
Gambar 9: produksi
hasil budidaya kepiting dan rajungan (sumber: DKP, 2008).
Gambar 9: Produksi
budidaya kepiting dan rajungan (DKP, 2008).
Gambar
10: Global Aquaculture production and
cuptur production Scylla serrata (Sumber:
FAO fishery statistic, 2000).
Dari
data produksi hasil budidaya dan penangkapan di dunia, terlihat bahwa yang
sangat dominan dalam produksi kepiting yaitu dalam skala budidaya. Hal in dapat
dilihat bahwa pada tahun 2000 budidaya kepiting bakau sangat meningkat, ini
mungkin dikarenakan permintaan pasar global sangat pesat. Sedangkan produksi
hasil tangkapan dari alam sangat berfluktuasi, hal ini mungkin dikarenakan
adanya perubahan cuaca dan iklim, serta ketersediaan kepiring di alam terbatas.
2.9.
PENANGKAPAN
Alat tangkap yang sering di gunakan
masyarakat nelayan masi sangatlah tradisional yakni jenis alat tangkap tombak
dan panah. Di perairan pesisir Maluku biasanya menggunakan jenis alat tangkap
tombak serta menggunakan perahu motor tempel. Selain itu juga nelayan di
Indonesia sering menggunakan jaring insang untuk menangkap kepiting bakau di
sekitar perairan mangrove (O-fish, 2010).
Menurut
Zairon (2010) alat yang digunakan untuk menangkap kepiting bakau adalah alat
tangkap bubu. Sedangkan Menurut DPI
& F (2005), perangkap kepiting yang digunakan dalam penagkapan kepitng
bakau yaitu alat yang terbuat dari kawat atau jaring dimana biasanya di dalam
perangkap tersebut diberikan umpan dengan jenis dan jumlah yang sama. Berbagai
model perangkap kepiting dapat dilihat pada Gambar 9.
III.
PEMANFAATAN SUMBERDAYA
Menurut Rosmaniar dalam
kasry (1996), kepiting bakau tersebar pada perairan berkondisi tropis. Daerah
sebenarnya meliputi wilaya Indo-Pasifik, mulai dari pantai Selatan dan Timur
Afrika Selatan. Mozambik, terus ke Iran, pakistan, kamboja, Vietnam, Cina,
Jepang, Taiwan dan Philipina. Juga ditemukan di lautan Pasifik mulai dari
kepulauan Hawai, Selandia Baru dan Australia di Selatan.
Gambar 12: peta penyebaran dan distribusi kepiting bakau (Sumber: GBIF_OBIS.http://www.sealifebase.org)
Rosmaniar (2008) menyatakan kepiting bakau melangsungkan
perkawinan di ekosistem bakau dan secara berangsur-angsur sesuai dengan
perkembangan telurnya yang betina akan beruaya ke lautmenjauhi pantai mencari perairan
yang kondisinya cocok untuk melakukan
pemijahan, sedangkan kepiting jantan yang melakukan perkawinan atau yang telah
dewasa akan tetap berada di perairan bakau, tambak, sela-sela akar mangrove
atau paling jauh disekitar perairan pantai, yaitu di perairan berlumpur yang
makanannya berlimpah.
Alat
tangkap yang sering di gunakan masyarakat nelayan masi sangatlah tradisional
yakni jenis alat tangkap tombak dan panah. Di perairan pesisir Maluku biasanya
menggunakan jenis alat tangkap tombak serta menggunakan perahu motor tempel
(O-fish, 2010). Menurut Zairon (2010) alat yang digunakan untuk menangkap
kepiting bakau adalah alat tangkap bubu. Sedangkan Menurut DPI & F (2005), perangkap kepiting
yang digunakan dalam penagkapan kepitng bakau yaitu alat yang terbuat dari
kawat atau jaring dimana biasanya di dalam perangkap tersebut diberikan umpan
dengan jenis dan jumlah yang sama. Berbagai model perangkap kepiting.
Teknik penangkapan di Indonesia juga
sangatlah sederhana. Dengan cara berburu di tepian-tepian mangrve atau
menggunakan jaring insang untuk menangkap kepiting bakau di sekitar perairan
mangrove (O-fish, 2010).
Menurut Samonte dan
Agbayani (1992) serta Perry (2006), kepiting bakau memiliki nilai ekonomis
penting baik sebagai panen saham dan produk-produk perikanan komersial. Serta
mendatangkan keuntungan bagi masyarakat di daerah-daerah di mana populasi
kepiting bakau hidup. Harga kepiting di pasaran dapat mencapai 5-10 US $ /kg
(DKP, 2008).
Negara yang menjadi
tujuan ekspor kepiting bukan hanya Amerika tetapi juga Cina, Jepang, Hongkong,
Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa. Sebuah
perusahaan di Tarakan yang menjadi pengumpul sekaligus eksportir kepiting
mengaku hanya sanggup mengirim 20 ton kepiting per bulan ke Korea, padahal
permintaan mencapai 80 ton per bulan (Anonim, 2010).
IV.
PENANGANAN,
PENGOLAHAN DAN PEMASARAN
4.1.
PENANGANAN SUMBERDAYA
Kepiting
juga mudah dijual karena rasa dagingnya yang sangat gurih. Kelebihan lainnya,
pangangkutan kepiting bakau cukup gampang karena dapat dibawa dalam keadaan
hidup. Akan tetapi, selama ini kegiatan budidayanya masih terfokus pada usaha
pembesaran, penggemukan dan produksi kepiting bertelur dengan sistem keramba di
tambak yang kesemuanya menghasilkan kepiting dengan karapas keras (Karim M,
2009).
Standar mutu rajungan yang biasanya
digunakan di perusahaan pengalengan kepiting bakau adalah kepiting dalam
keadaan hidup atau segar, tidak kopong dan tidak dalam keadaan moulting,
tidak terdapat bau asing (bau minyak tanah, solar, amonia, dan lain-lain),
daging tidak dalam keadaan lunak atau hancur. Kepiting bakau medah membusuk,
untuk itu diperlukan penangan yang baik dari awal penangkapan sampai pada
tangan konsumen dalam keadaan segar (Purwaningsi S, DKK. 2005).
4.2.
PENGOLAHAN SUMBERDAYA
Jenis-jenis pengolahan kepiting
bakau yang kebanyakan masi merupakan makanan tradisional diantaranya: prekedel
kepiting, kepiting rica-rica. Selain itu juga produk perikanan yang diolah dari
cangkang kepiting yang menghasilkan khitin dan kitosan yang dapat bermanfaat
bagi kesehatan (Suryani M, 2007).
Gambar 13. Olahan kepiting rica-rica dan prekedel kepitng (Anonim,
2010).
Gambar 14 : Olahan kepiting kaleng, crab cake, dan panko
crab (Anonim, 2010).
Dalam
dunia perdagangan, kepiting tersebut mempunyai saham sebagai komoditi ekspor di
luar minyak. Di Indonesia produksi kepitng bakau di Pulau Enggano merupakan
pemasok terbesar kepiting bakau untuk memenuhi permintaan pasar yang selalu
meningkat. Selain untuk memenuhi permintaan pasar lokal kepiting bakau ini juga
diperuntukkan guna memenuhi permintaan pasar di beberapa kota lain diantaranya
Jakarta, Lampung, Batam dan Palembang (Suryani M, 2007).
Dari segi produksi, kepiting lunak memiliki harga yang
relatif lebih tinggi dibandingkan kepiting biasa pada ukuran yang sama. Oleh sebab
itu, produksi kepiting lunak cukup potensial untuk dikembangkan. Dari
segi produksi, kepiting lunak memiliki harga yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kepiting biasa (kepiting dengan karapaks keras) pada ukuran yang
sama. Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi. Di luar negeri,
harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40 U$ – 9.70 U$ per kg sedangkan
LB dihargai 6.10 U$ – 9.00 U$ per kg. Ukuran >1000g (Super crab) harganya
10.5 U$ per kg. Oleh sebab
itu, produksi kepiting lunak cukup menjanjikan. Kelebihan kepiting lunak antara
lain: tekstur badan (karapaks
dan daging) yang lunak, sehingga hampir semua bisa dikonsumsi, siklus produksi tidak terlalu lama, teknik budidayanya mudah dan biaya investasi kecil. (Karim M, 2009).
Menurut Zairon
(2010) Pemanfaatan Kepiting dan rajungan antara lain: Kepiting segar, kepiting beku, kepiting kaleng,
dan di Eropa dan Amerika di olah sebagai crab cake, panko crab dan kepiting
berkulit empuk.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan
data-data yang di peroleh maka dapat disimpulkan bahwa: kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan komoditas
perikanan yang bernilai ekonomis penting, serta memiliki nilai gizi yang dapat
bermanfaat bagi kesehatan dan dapat menambah penghasilan bagi masyarakat di
perairan pesisir pantai.
5.2.
SARAN
Agar
di lakukan penelitihan lebih luas terhadap semua jenis kepiting bakau dan jenis
kepiting lainnya. Serta lebih memperhatikan lingkungan habitatnya (mangrove)
agar tidak berpengaruh buruk terhadap spesias yang akan mengakibatkan
kepunahan.
DAFTAR PUSTAKA
Davey,
K. 2000. Decapod Crabs Reproduction and
Development, (Online), (http://www.mesa.edu.au,
diakses 1 Mei 2008).
DPI & F. 2003. Fish Guide. Saltwater,
Freshwater and Noxious Species, (Online), The Great Outdoors Publications,
Brisbane, (www2.dpi.qld.gov.au, diakses 13 Mei 2008).
DPI & F. 2005. Fisheries
Long Term Monitoring Program Sampling Protocol Mud Crab: (2000 – 2005), (Online), Department
of Primary Industries and Fisheries, (http://www2.dpi.qld.gov.au,
diakses 14 Mei 2008).
Fachrul, M.F. 2007. Metode
Sampling Bioekologi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Hsieh, H.L. 2004. Towards
Wetland Restoration for the "Wetland Three Musketeers”, A Horseshoe Crab,
A Fiddler Crab, and A Coconut Crab, (Online), Research Center
for Biodiversity, Academia Sinica, Taipei, (biodiv.sinica.edu.tw,
diakses 14 Mei 2008).
Irmawati.
2005. Keanekaragaman Jenis Kepiting Bakau Scylla sp Di Kawasan
Mangrove Sungai Keera Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian UNHAS, (Online), (http://www.unhas.ac.id,
diakses 30 April 2008).
Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan
Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium
Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
FAO Species
Identifikasi dan Program Data (FAO / SIDP). Undated.
Scylla serrata Species Identification Sheet. Spesies bertanggal Scylla.
Serrata Lembar Identifikasi.
Kurnia F, 2010.
Perbedaan Kecepatan Ganti Kulit Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Soca Jantan Dan Betina Dengan Metode Pemotongan
Capit Dan Kaki Jalan. Jurnal Moulting Kepiting Bakau.
Karim M. 2009.
Produksi Kepiting Lunak Mata Pencaharian Alternatif. Staf Pengajar Fak. Ilmu
Kelautan dan Perikanan UNHAS.
Rosmaniar, 2008.
Kepadatan Dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla
serrata) Serta Hubungannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai
Labu Kabupaten Deli Serdang [Tesis].
Samonte G.PB.,
dan Agbayani RF. 1992. 1992. Pond culture of mud crab ( Scylla serrata ) and
economic analysis. Pond budaya kepiting bakau (Scylla serrata)
dan analisis ekonomi. SEAFDEC Asian Aquaculture
14:3-5. SEAFDEC Asian Aquaculture 14:3-5. Available
.
Suryani M. 2007. Ekologi Kepiting Bakau (Scylla
serrata ) Dalam Ekosistem
Mangrove Di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu. [Tesis]
Purwaningsi S, DKK. 2005. Pengaruh Lama Pentimpanan Daging Rajungan Dan
Keping Rebus Pada Suhu Kamar. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol VIII
Nomor 1 Tahun 2005
MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H. & Mangalik, A.
2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo.
Jakarta.
Nontji, A. 2002. Laut
Nusantara. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Prianto,
E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
LAMPIRAN
Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata) (Sumber : Kasry, 1996)
Gambar 4.
Anatomi tubuh bagian dalam dari kepiting dewasa (Sumber: Shimek, 2008).
Gambar
7. Skema bagian-bagian tubuh larva kepiting (zoea dan megalopa) (Sumber: Davey, 2000).
Gambar 13. Olahan kepiting rica-rica dan prekedel kepitng
(Anonim, 2010).
Gambar 14 : Olahan kepiting kaleng, crab cake, dan panko
crab (Anonim, 2010).
luar biasa bermanfaat
BalasHapuspekenalkan saya ihsan mahasiswa dari universitas padjadjaran saya tertarik mengenai tulisan mbak dan saya kebetulan akan melakukan penelitian mengenai kepiting bakau scylla serrata untuk itu saya memohon bantuan kepada mbak agar dapat memberikan bahan atau data yang menunjang untuk penelitian saya dan bisa di emailkan k ihsan.hambali@rocketmail.com, besar harapan saya agar mbak bisa membantu saya dan terimakasih atas perhatiannya.
Learn How to Play Baccarat at Baccarat Online
BalasHapusBaccarat game is 실시간 바카라 사이트 위너바카라 a great way to play baccarat in online casinos. But the game has more than just a basic strategy, but a step-by-step